SISTEM EKONOMI
DAN FISKAL
PEMERINTAHAN AL-KHULAFA AR-RASYIDUN
PEMERINTAHAN AL-KHULAFA AR-RASYIDUN
A.
Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan
Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq
Abu Bakar As-Shiddiq adalah khalifah pertama setelah nabi Muhammad SAW.
Banyak permasalahan yang terjadi pada zaman khalifahannya seperti memberantas
kelompok murtad, nabi palsu dan pembangkang zakat.
Dalam pemerintahannya Abu Bakar As-shiddiq melaksanakan kebijakan ekonomi
seperti yang telah dipraktikan Rasulullah Saw. Ia sangat memerhatikan
keakuratan penghitungan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan
pembayarannya.
Dalam mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan
prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat
Rasulullah Saw dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu
memeluk Islam dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka,
dan antara pria dengan wanita.
Selama masa pemerintahan Abu Bakar Al-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak
pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan
kepada seluruh kaum Muslimin. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregat
demand dan aggregat supply yang pada akhirnya akan menaikkan total
pendapatan nasional, disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang
yang kaya dengan yang miskin.
B. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Umar ibn Al-Khattab
Umar bin Khatab adalah khalifah kedua setelah khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq.
Pada pemerintahannya perluasan daerah terjadi dengan cepat. Sehingga pengaturan
administrasi negara mencontohi Persia. Ia juga membentuk jawatan kepolisian dan
jawatan tenaga kerja.
1. Pendirian Lembaga Baitul Mal
Semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam, pendapatan negara mengalami
peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini memerlukan perhatian khusus untuk
mengelolanya agar dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Setelah
melakukan musyawarah dengan para pemuka sahabat, Khalifah Umar ibn Al-Khattab
mengambil keputusan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, tetapi
dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ada, bahkan
diantaranya disediakan dana cadangan.
2. Kepemilikan Tanah
Pada masa Rasulullah Saw., jumlah kharaj yang dibayar masih sangat
terbatas sehingga tidak diperlukan suatu sistem administrasi yang terperinci.
Selama pemerintahan Khalifah Umar, wilayah kekuasan Islam semakin luas seiring
dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan. Dalam memperlakukan
tanah-tanah taklukan, Khalifah Umar tidak membagi-bagikannya kepada kaum
Muslimin, tetapi membiarkan tanah tersebut tetap berada pada pemiliknya dengan
syarat membayar kharj dan jizyah.
3. Zakat
Pada masa Rasulullah Saw., jumlah kuda di Arab masih sangat sedikit, terutama kuda yang dimiliki oleh kaum Muslim karena digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad. Karena zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memiliki produktivitas maka seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki kaum Muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat.
Pada masa Rasulullah Saw., jumlah kuda di Arab masih sangat sedikit, terutama kuda yang dimiliki oleh kaum Muslim karena digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad. Karena zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memiliki produktivitas maka seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki kaum Muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat.
4. Ushr
Sebelum Islam datang, setiap suku yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak jual-beli. Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau satu dirham untuk setiap transaksi. Tetapi setelah Islam datang, nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapus biaya masuk antar provinsi yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang ditandatangani olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada kekuasaannya.
Sebelum Islam datang, setiap suku yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak jual-beli. Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau satu dirham untuk setiap transaksi. Tetapi setelah Islam datang, nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapus biaya masuk antar provinsi yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang ditandatangani olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada kekuasaannya.
5.
Sedekah dari Non-Muslim
Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang
kristen Bani Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari hewan ternak.
Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslim. Umar mengenakan jizyah
kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah
dan malah membayar sedekah. Walaupun demikian, kaum Muslim sepakat bahwa yang
didapat dari bani Taghlib tidak untuk dibelanjakan seperti halnya kharaj
karena sedekah tersebut merupakan pengganti pajak.
6. Mata Uang
Pada masa nabi dan sepanjang masa pemerintahan al-Khulafa ar-Rasyidun, koin
mata uang asing dengan berbagai bobot telah dikenal dijazirah Arab, seperti
dinar, sebuah koin emas, dan dirham, sebuah koin perak.
7. Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan negara adalah
mendistribusikan seluruh pendapatan yang diterima. Kebijakan tersebut mengalami
perubahan pada masa Umar. Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar ibn
Al-Khattab mengklasifikasi pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu:
a. Pendapatan
zakat dan ‘ushr.
b. Pendapatan khums
dan sedekah.
c. Pendapatan kharaj,
fai, jizyah, ‘ush, (pajak perdagangan), sewa tanah.
d. Pendapatan
lain-lain.
8. Pengeluaran
Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan negara dan dana pembangunan.
Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan negara dan dana pembangunan.
Dana pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam
kemiliteran. Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai
sipil. Sistem administrasi dana pensiun dan rangsum dikelola dengan baik. Dalam
setahun, dana pensiun dibayarkan dua kali, sedangkan pemberian rangsum
dilakukan secara bulanan.
Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., Khalifah Umar menetapkan bahwa
negara bertanggung jawab melunasi utang orang-orang yang menderita pailit atau
jatuh miskin, membayar tebusan para tahanan Muslim, membayar diyat orang-orang
tertentu, serta membayar biaya perjalanan para delegasi dan tukar menukar
hadiah dengan negara lain. Dalam perkembangan berikutnya, setelah kondisi
Baitul Mal dianggap cukup kuat, ia menambahkan beberap pengeluaran lain dan
memasukkan ke dalam daftar kewajiban negara, seperti memberi pinjaman untuk
perdagangan dan konsumsi.
C. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan
Pada masa pemerintahan yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman ibn
Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes,
dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan. Ia juga
berhasil menumpas pemberontakan di daerah Khurasan dan Iskandariah.
Enam tahun pertama masa pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan melakukan
penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn Al-Khattab. Dalam rangka
pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan
jalan-jalan, pembentukan organisasi kepolisian secara permanen untuk
mengamankan jalur perdagangan, dan membentuk armada laut kaum Muslimin dibawah
komando Muawiyah, hingga berhasil membangun supremasi kelautannya di wilayah
Mediterania.
Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Utsman ibn Affan mendelegasikan
kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing.
Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah
dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul
zakat.
Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman ibn Affan, tidak terdapat
perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah
Utsman ibn Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih
kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum Muslimin. Akibatnya pada masa
ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir
dengan terbunuhnya sang Khalifah.
D. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah diangkat menjadi Khalifah keempat, Ali ibn Abi Thalib langsung
mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korup,
membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang
kesayangan Utsman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan Umar ibn Al-Khattab.
Khalifah Ali ibn Abi
Thalib hanya memerintah selama enam tahun tetapi selalu diwarnai dengan
ketidakstabilan kehidupan politik. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya
menimbulkan api permusuhan.
Prinsip utama dari pemerataan distribusi uang rakyat telah diperkenalkan
pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Sistem distribusi setiap pekan
sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian
atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada
hari sabtu dimulai penghitungan baru.
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran kurang lebih masih
tetap sama sebagaimana halnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar.
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum
dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam
suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada Malik Ashter bin Harist. Surat
yang panjang tersebut singkatnya adalah menggambarkan kebijakan Khalifah Ali
bin Abi Thalib yang ternyata konsep-konsepnya tersebut dikutip secara luas
dalam administrasi publik.